Sabtu, 13 November 2010

Pengobatan Penyakit Masititis Pada Kambing Etawa

Pencegahan dan pengobatan penyakit mastitis atau radang internal kelenjar kambing akibat serangan bakteri Streptococcus agalactiae, Staphylococcus epidermis dan Staphylococcus aerus. Biasa dilakukan pencelupan (dipping) putting ke dalam cairan desinfektan kimia (cairan anti mikroba), tujuannya adalah meminimalisir jumlah patogen mastitis. Desinfektan kimia mengandung fenol, alkohol, klor, zat warna, sulfonamida, garam-garam dari logam berat yang mudah merusak kulit ternak dan dari segi harga juga relatif mahal.

Tetapi sekarang di era pertanian organik yang menuntut bahan pangan aman bagi manusia. Desinfektan kimia dapat digantikan dengan desinfektan alami menggunakan ekstrak dan air rebusan daun sirih. Sirih (Wikipedia) adalah tanaman herbal yang telah digunakan secara turun menurun sebagai obat herbal masyarakat Indonesia.

Penggunaan antimikroba alami sebagai alternatif pengganti desinfektan kimia telah diteliti oleh Iyep Komala, Dosen dan Peneliti Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Teknologi Bogor (IPB). Pencegahan dan pengobatan mastitis dengan melalui pencelupan cairan ekstrak daun sirih biasanya menggunakan ekstrak dengan konsentrasi 25 % atau 50 %. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 25 % dan 50 % mampu membunuh bakteri penyebab mastitis hingga 99 %. Begitu pula dengan menggunakan air rebusan daun sirih. Menurut Iyep, Minyak atsiri yang terkandung dalam daun sirih mengandung minyak terbang (betlephenol), seskuiterpena, pati, diatase, gula dan chavicol yang memiiki daya mematikan kuman, antioksidasi dan anti jamur selain itu harganya lebih murah. Aplikasi dengan menggunakan ekstrak daun sirih atau rebusan daun sirih sebagai pencelup puting mempunyai dasar yang kuat karena adanya kandungan minyak atsiri yang mempunyai aktivitas antimikroba.

Persentase serangan mastitis subklinis paling tinggi terjadi di Indonesia, sekitar 67-90 % pada tahun 1983 sampai tahun 2002. Jika tidak dicegah mastitis subklinis akan berubah menjadi mastitis klinis.

Cara Pembuatan ekstrak dengan rebusan daun sirih.

Cara ekstrak daun sirih diencerkan dengan alkohol dan aquadest. Kemudian masukkan cairan ekstrak daun sirih ke dalam wadah atau cangkir ukuran 250 ml, kemudian celupkan puting sapi ke dalamnya. Pencelupan dilakukan selama 30 detik hingga 1 menit, dua kali sehari, setelah pemerahan susu.

Sedangkan cara menggunakan rebusan daun sirih langkah pembuatan sebagai berikut :

1. Sediakan Air bersih (bukan air yang mengandung kaporit) 750 ml
2. Sediakan Daun sirih hijau atau sirih kuning 7-10 lembar
3. Rebus daun sirih hingga air rebusan berwarna tampak kehijauan (kurang lebih 750 Celcius)
4. Pastikan warna air tidak pekat dan tidak mengental
5. Masukkan kedalam wadah dengan ukuran 250 ml dan dinginkan

Aplikasi dapat dilakukan dengan dengan pencelupan dan penyuntikan

1. Bersihkan dulu putting dari krim pelican (vaselin) jika tidak dibersihkan maka cairan desinfektan alami ini tidak bisa masuk ke lubang putting
2. Masukkan air rebusan tadi kedalam gelas ukuran 250 ml
3. Celupkan ke putting ternak cairan rebusan daun sirih selama 30 detik hingga 1 menit.
4. Pencelupan dilakukan dua kali sehari setelah pemerahan


Selain dicelupkan air rebusan daun sirih juga dapat disuntikkan kedalam putting apabila ternak sudah terindikasi positif terkena mastitis.

Cara penyuntikan ;

1. Sediakan alat suntik (spet), buang jarumnya
2. Isi alat suntik dengan cairan daun sirih
3. Urut areal putting ketas agar cairan desinfektan menyebar ke seluruh bagian puting
4. Tunggu sekitar 1 menit, kemudian keluarkan lagi dengan cara mengurut kea rah lubang piting.
5. Sama dengan cara pencelupan metode penyuntikan juga dilakukan secara rutin dua kali sehari setelah proses pemerahan.

Pustaka :
http://www.ettawapatria.com/2010/09/pengobatan-masititis-pada-kambing.html
Tabloid Sinar Tani edisi 18-24 No 03368 tahun XL

Sabtu, 16 Oktober 2010

Kumpulan Jurnal Seputar Peternakan

  1. Korelasi antara Oosit Domba yang dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat
  2. Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro.
  3. Perkembangan Folikel Viabilitas Oosit Domba pada kelinci Bunting Semu.
  4. Reproduksi Hewan ( Sistem Reproduksi, Saluran Reproduksi, Siklus Reproduksi).
  5. Pengaruh penggunaan Hemikalsium dalam Medium fertilisasi in vitro terhadap Viabilitas dan aglutinasi Spermatozoa Sapi.
  6. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi Agribisnis
  7. Aplikasi Inseminasi Semen Hasil Sexing pada Sapi Induk Peranakan Ongol
  8. Peran Nutrisi pada Reproduksi Ternak
  9. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong dengan Paradigma Agribisnis
  10. Pengembangan Sapi Potong Berbasis Industri Kelapa Sawit

Beternak Sapi Bali

1. PENDAHULUAN


Salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan peternakan di Indonesia adalah upaya dalam pencukupan kebutuhan protein hewani, yang pada gilirannya hal ini akan berpengaruh pada kecerdasan bangsa. Salah satu produk produk protein hewani adalah daging, yang dapat dihasilkan dari berbagai komoditas ternak, baik dari ternak besar, ternak kecil, dan unggas. Ternak besar, terutama sapi, mempunyai peran yang sangat besar dalam penyediaan daging. Daging sapi pada umumnya dihasilkan dari sapi potong, seperti sapi bali, sapi madura, dan sapi peranakan ongole. Selain jenis sapi tersebut, beberapa perusahaan penggemukan yang mempunyai modal kuat menggunakan bibit sapi impor dari Australia. Namun, sejalan dengan krisis yang melanda negara kita akhir-akhir ini menghadapkan kegiatan penggemukan sapi dengan menggunakan sapi impor menjadi usaha sangat berat, bahkan perusahaan penggemukan skala besar pun mencoba mengalihkan usahanya, kalau tidak menutup usahanya. Kondisi yang semacam ini menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi kita untuk mengisi kekurangan suplai daging dengan memberdayakan potensi yang kita punya.


Download Full Version

Cara Perawatan Sapi Pedet

Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. Pembibitan sapi perah sangat tergantung pada keberhasilan program pembesaran pedet sebagai replacement stock.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latat Belakang

Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. Pembibitan sapi perah sangat tergantung pada keberhasilan program pembesaran pedet sebagai replacement stock.

Pedet adalah anak sapi yang baru lahir hingga umur 8 bulan. Pedet yang baru lahir membutuhkan perawatan khusus, ketelitian, kecermatan dan ketekunan dibandingkan dengan pemeliharaan sapi dewasa. Pemeliharaan pedet mulai dari lahir hingga disapih merupakan bagian penting dalam kelangsungan suatu usaha peternakan sapi perah. Kesalahan dalam penanganan dan pemeliharaan pada pedet muda dengan umur 0-3 minggu dapat menyebabkan pedet mati lemas saat lahir, lemah, infeksi dan sulit dibesarkan.

Download full version

Oosit, Ferilisasi in vitro, koefisien korelasi

Korelasi Oosit Domba yang Dikoleksi Dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilisasinya setelah Fertilisasi in vitro

Teguh Suprihatin

Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan Biologi Fmipa Undip

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara oosit domba yang dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan tingkat fertilisasinya setelah dilakukan fertilisasi in vitro. Data yang diperoleh adalah jumlah oosit hasil koleksi dan jumlah oosit hasil fertilisasi. Data kemudian di analisis sehingga diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,4959. Angka koefisien korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara jumlah oosit hasil koleksi dari rumah pemotongan hewan dengan jumlah oosit hasil fertilisasi.

Kata kunci : oosit, fertilisasi in vitro, koefisien korelasi

Download file full version

Senin, 24 Mei 2010

Inseminasi Buatan

APLIKASI INSEMINASI SEMEN HASIL SEXING PADA SAPI

INDUK PERANAKAN ONGOLE

(The Aplication of Sexed Sperm on Ongole Grades Cow)


ABSTRACT

Using centrifugation techniques with Albumin Column as separating media and egg-yolk-Tris aminomethane as diluter, the sperm which had been separated their chromosomes was insemintated to 40 of PO female that owned by farmer at Wonorejo and Nguling, Pasuruan district. Twenty head were inseminated by straw which collected from lower fraction and another 20 were inseminated by straw from upper fraction. The method of semen disposition at female reproductive organ were divided into (1) 3-4 position (uterine), and (2) 4 + (cornua uterine). The parameters recorded were: sperm quality (volume, pH, progressive mass, individual motile, concentration, live/death percentage and abnormality), biological response of cow (Non- return rate/NRR 40-60 days, service per conception and conception rate, CR), cost analysis of sexed sperm in strat, and farmer response. As of 11 times of semen collection, the volume of fresh semen was 5,56 ± 1,43 ml/eyakulat; pH 6,9 ± 0,20; mass progressive 3+; individual motile 71,36 ± 16,45%; sperm concentration 1651,27 ± 813,43 million/ml; live-persentage 79,42 ± 17,76%; death-sperm 12,27 ± 12,88 % and abnormality 7,47 ± 5,87%. The sexed sperm motility which had had cooled at 5o C as long as 6 days in upper and lower were 45 and 35%, respectively. According to Average test, the NRR of 4+ position showed higher than those of 3-4 position either upper fraction (60 vs. 30%) or lower fraction (70 vs 50%). Meanwhile, the CR resulting from 4 + position (upper fraction) was higher than those of 3-4 positions as of 50 vs. 30%. Likewise in lower fraction, the CR (50%) of 4+ positon was higher than those on 3-4 position (30%). The budget of 50 sexed

straws (based on 100 ml of Tris) was Rp. 390.500 or Rp 7.810/straw. Farmer response on sexed sperm by AI was good enough in which reflected in highly expecting on male.

Key Words: Artificial Insemination, Straw of Sexed Sperm, PO Cattle


ABSTRAK


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan semen hasil sexing pada sapi peranakan Ongole (PO). Menggunakan teknik sentrifugasi dengan medium pemisah gradien Albumin Column dan pengencer Tris aminomethane kuning telur, spermatozoa yang telah dipisahkan kromosomnya di-inseminasikan pada 40 ekor sapi PO betina milik peternak yang tersebar di Kecamatan Wonorejo dan Nguling Kabupaten Pasuruan. Sebanyak 20 ekor diinseminasi dengan straw yang berasal fraksi bawah dan 20 ekor lainnya dari fraksi atas; metode disposisi semen dalam organ reproduksi betina dibedakan atas (1) posisi 3-4 (uteri), dan (2) posisi 4 + (cornua uteri). Parameter yang diamati meliputi: kualitas spermatozoa (volume, pH, gerak massa progresif, motil individu, konsentrasi, persentase hidup/mati dan abnormalitas), respon biologik sapi akseptor (Non- return rate/NRR 40-60 hari dan conception rate, CR), analisis biaya pembuatan straw hasil sexing, dan respon peternak. Hasil 11 kali koleksi semen didapatkan rataan volume semen segar 5,56 ± 1,43 ml/eyakulat; pH 6,9 ± 0,20; gerak massa 3 +; motil individu 71,36 ± 16,45%; konsentrasi spermatozoa 1651,27 ± 813,43 juta/ml; persentase hidup 79,42 ± 17,76; spermatozoa mati 12,27 ± 12,88% dan abnormal 7,47 ± 5,87%. Motilitas spematozoa straw hasil sexing yang didinginkan pada 5o C sampai 6 hari menunjukkan pada fraksi atas dan bawah masing-masing sebesar 45 dan 35%. Berdasarkan uji beda rata-rata dinyatakan bahwa NRR pada posisi 4+ tampak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi 3-4, baik pada fraksi atas (60 vs. 30%) maupun fraksi bawah (70 vs.50). Sementara itu, CR hasil disposisi semen pada posisi 4 + (fraksi atas) tampak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi 3-4, yakni 50 vs. 30%. Demikian halnya pada fraksi bawah, CR (50%) pada posisi 4+ lebih tinggi dibandingkan dengan posisi 3-4 (30%). Hasil analisis perhitungan biaya pembuatan 50 straw hasil sexing (berdasarkan 100 ml pengencer Tris) adalah sebesar + Rp.390.500 atau Rp 7.810/straw. Respon peternak terhadap aplikasi IB hasil sexing cukup baik; ditunjukkan tingginya minat

terhadap pedet berkelamin jantan.

Kata Kunci: Inseminasi Buatan, Straw Hasil Sexing, Sapi PO